my Foto
Senin, 29 April 2013
hostinger indonesia
hostinger indonesia, sebuah layanan bagi kita untuk belajar membuat web gratis. selain itu kita juga bisa belajar bisnis on line. banyak memfaat yang bisa kita dapatkan dari sini,. segera kunjungi http://api.idhostinger.com/redir/1335709.,
May Day
Berbagai elemen buruh dari berbagai kota disekitar Ibukota Jakarta selalu memenuhi jakarta setiap aksi peringati hari buruh sedunia. Diperkirakan lebih dari 50ribu buruh akan beraksi di jakarta di mayday nanti. Seperti biasanya, mereka akan datang dari berbagai aliansi buruh, yang bersatu menuntut pemerintahan akan meakukan kebujakan yang berpihak kepada mereka.
Seperti yang dikatakan oleh Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, AKBP Sambodo Purnomo, bahwa saat peringatan mayday nanti, sekitar 50ribu buruh yang terdiri dari berbagai aliansi buruh, mereka akan di kawal personel dari Korlantas Mabes Polri, dengan bantuan sekitar 120 motor dan 40 mobil yang khusus mengawal mereka. Mereka akan di kawal dari titik pemberangkatan mereka, sampai titik pusat mereka akan menggelar aksi, yaitu di bundaran HI. Semua dilakukan untuk menghindari hal - ha yang tidak di inginkan
Dalam aksinya pada 1 mei nanti, buruh - buruh menuntut UMR yang lebih tinggi untuk menjamin perekonomian buruh. Selain itu, mereka juga menuntut kesejahteraan buruh yang lebih layak dari perusahaan - perusahaan. Di samping itu semua, mereka juga menentang wacana kinaikan harga BBM, sebab jika harga BBM naik, rakyat keci seperti mereka akan semakin tercekik hidup dinegeri yang tidak normal ini. Waaupun mengusung tuntutan - tuntutan seperti itu, mereka berjanji tidak akan menggelar aksi yang anarkis.
Seperti yang dikatakan oleh Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, AKBP Sambodo Purnomo, bahwa saat peringatan mayday nanti, sekitar 50ribu buruh yang terdiri dari berbagai aliansi buruh, mereka akan di kawal personel dari Korlantas Mabes Polri, dengan bantuan sekitar 120 motor dan 40 mobil yang khusus mengawal mereka. Mereka akan di kawal dari titik pemberangkatan mereka, sampai titik pusat mereka akan menggelar aksi, yaitu di bundaran HI. Semua dilakukan untuk menghindari hal - ha yang tidak di inginkan
Dalam aksinya pada 1 mei nanti, buruh - buruh menuntut UMR yang lebih tinggi untuk menjamin perekonomian buruh. Selain itu, mereka juga menuntut kesejahteraan buruh yang lebih layak dari perusahaan - perusahaan. Di samping itu semua, mereka juga menentang wacana kinaikan harga BBM, sebab jika harga BBM naik, rakyat keci seperti mereka akan semakin tercekik hidup dinegeri yang tidak normal ini. Waaupun mengusung tuntutan - tuntutan seperti itu, mereka berjanji tidak akan menggelar aksi yang anarkis.
Kamis, 25 April 2013
Rabu, 24 April 2013
wajah pendidikan bangsa ku
Bangsa yang maju adalh bangsa yang kulaitas pendidikanya baik. Bangsa yang maju adalah bangsa yang SDMnya tinggi. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas tinggi,tentunya di butuhkan cara yang tidak mudah. Semua harus melalui proses yang panjang danmelelahkan, yang pasti semua butuh waktu yang tidak singkat. Melalui pendidikan yang baiklah, maka akan tercipta SDM yang baik pula. Tapi melihat wajah pendidikan di Indonesia yang carut marut dan tidak terkonsep dengan baik, sehingga mengakibatkan apa yang telah di lakukan di dunia pendidikan selama ini sia - sia. Kita liahat, masih banyaknya putera bangsa yang putus sekolah. Belum lagi melihat kualitas pendidikan Indonesia yang bisa dibilang tidak ada standar minimal. Cara pembelajaran dan standar sekolah di buat terserah sekolahan. Hal itu mengakibatka kesenjangan kualitas pendidikan di Negeri ini jauh. Tapi mengapa masih diadakan UN ?Bukanya standar kualitas pendidikan tidak di tetapkan dari pusat, kenapa ujianya harus dari pusat ?Dan kenapa siswa lulus tidakbya berpengaruh ?Bukankah yang terpenting kita mampu bersaing dalam seleksi alam ini, yang disitu tidak membutuhkan bangku sekolahan yang tinggi, tetapi skill dan kepandaian.
Kalau kita telaah lebih cermat lagi, perbedaan antara anak berpendidikan dan anak jalanan di negeri ini. Jelas sangat sedikit, atau bahkan anak jalanan bisa lebih mandiri, tentang bagaimana dia harus bertahan hidup, dan bagaimana dia harus membuat planning kedepan. Bila di bandingkan dengan anak sekolahan sekarang, mereka di manja. Jarang masuk tidak lantas membuat dia tidak lulus sekolah, toh ada bocoran. Tidak ikut ulangan tak lantas membuat dia tak dapat nilai, toh Guru itu sangat baik hati, mereka akan menghalalkan segala cara supaya anak didiknya bisa lulus sekolah. Sungguh sistem pendidikan yang memanjakan kita, dan sama sekali tidak mendidik untuk mandiri, apa lagi untuk menjadi Bangsa yang besar.
Kalau kita telaah lebih cermat lagi, perbedaan antara anak berpendidikan dan anak jalanan di negeri ini. Jelas sangat sedikit, atau bahkan anak jalanan bisa lebih mandiri, tentang bagaimana dia harus bertahan hidup, dan bagaimana dia harus membuat planning kedepan. Bila di bandingkan dengan anak sekolahan sekarang, mereka di manja. Jarang masuk tidak lantas membuat dia tidak lulus sekolah, toh ada bocoran. Tidak ikut ulangan tak lantas membuat dia tak dapat nilai, toh Guru itu sangat baik hati, mereka akan menghalalkan segala cara supaya anak didiknya bisa lulus sekolah. Sungguh sistem pendidikan yang memanjakan kita, dan sama sekali tidak mendidik untuk mandiri, apa lagi untuk menjadi Bangsa yang besar.
makalah istishab
-
PENGERTIAN TENTANG ISTISHAB
Kata Istishab secara etimologi berasal dari kata “istashhaba” dalam sighat istif’ala (استفعال) yang bermakna استمرارالصحبة kalau kata الصحبة diartikan dengan teman atau sahabat dan استمرار diartikan selalu atau terus menerus, maka istishab secara Lughawi artinya selalu menemani atau selalu menyertai.
ابقاء ما كا ن على ما كا ن عليه لا نعدام الغير(اعتقا دكون
الشىء فى الما ضى اوالحا ضر يوجب ظن ثبو ته فىالحال والاستقبا ل
’Mengekalkan apa yang sudah ada atas keadaan yang
telah ada,karena tidak ada yang mengubah hukum atau karena sesuatu hal
yang belum di yakini.
Definisi lain yang hampir sama dengan itu dinyatakan oleh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah,beliau adalah tokoh Ushul Fiqh Hanbali
yaitu : menetapkan berlakunya suatu hukum yang telah ada atau
meniadakan sesuatu yang memang tidak ada sampai ada yang mengubah
kedudukanya atau menjadikan hukum yang telah di tetapkan pada masa
lampau yang sudah kekal menurut keadaannya sampai terdapat dalil yang
menunjukkan perubahannya. 2
ثبت ماكان ثابتاونفي ماكان منفيا استخدامة
Menurut Asy-Syaukani menta’rifkan Istishab dengan “tetapnya sesuatu hukum selama tidak ada yang mengubahnya4 dalam Irsyad Al-Fuhul nya merumuskan : لما ضى فالاصل بقاؤه فى الزما ن المستقبال ان ما ثبت فى الزما ن
ِ”Apa yang pernah berlaku secara tetap pada masa lalu ,pada prinsipnya tetap berlaku pada masa yang akan datang.”5
Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Ridho Mudzaffar dari kalangan Syi’ah,yaitu : ابقاء ما كا ن (mengukuhkan apa yang pernah ada) dan menurut Ibn As-Subki dalam kitab Jam’u Al-Jawani jilid II Istishab Yaitu :6
ثبوت امرفىالثانىلثبوته فى الاول لفقدان مايصلح للتخيير
“Berlakunya sesuatu pada masa kedua karena yang
demikian pernah berlaku pada waktu pertama karena tidak ada yang aptut
untuk mengubahnya.”
Sedangkan menurut istilah ahli Ushul Fiqh “menetapkan
hukum atas sesuatu berdasarkan keadaan sebelumya,sehingga ada dalil
yang menunjukkan atas perubahan keadaan tersebut”.Al-Ghazali
mendefinisikan Istishab adalah berpegang pada dalil akal atau Syara’, bukan
didasarkan karena tidak mengetahui dalil,tetapi setelah melalui
pembahasan dan penelitian cermat ,diketahui tidak ada dalil yang
mengubah hukum yang telah ada.
Menurut Ibn Qayyim Istishab adalah
menyatakan tetap berlakunya hukum yang telah ada dari suatu peristiwa
atau menyatakan belum ada nya hukum suatu peristiwa yang belum penah
ditetapkan hukumnya.Sedangkan definisi Asy-Syatibi adalah segala ketetapan yang telah ditetapkan pada masa lampau dinyatakan tetap berlaku hukumnya pada masa sekarang. Contoh
Muhammad telah menikah dengan Aisyah, kemudian mereka berpisah selama
15 tahun,karena telah lama mereka berpisah lalu Aisyah ingin menikah
lagi dengan lelaki lain, dalam hal ini Aisyah belum bisa menikah lagi
karena ia masih terikat tali perkawinan dengan Muhammad dan belum ada
perubahan hukum tali perkawinan walaupun mereka telah lama berpisah.
Oleh sebab itu apabila seorang Mujtahid ditanya tentang hukum kontrak atau pengelolan yang tidak ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atau dalil Syara’ yang meng-Itlak-kan hukumnya, maka hukumnya boleh sesuai kaidah :
الاصل فى الاشياءالاباحة
Artinya :”Pangkal sesuatu adalah kebolehan”
Kebolehan adalah pangkal (asal) meskipun tidak ada
dalil yang menunjukan atas kebolehannya,dengan demikian pangkal sesuatu
itu adalah boleh. Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah :129
هوالذي خلق لكم ما فى الارض جميعا
Artinya :”Dia lah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu”
Istishab adalah akhir dalil syara’ yang dijadikan
tempat kembali para Mujatahid untuk mengetahui hukum suatu peristiwa
yang dihadapinya. Ulama Ushul Fiqh berkata “sesungguhnya Istishab adalah akhir tempat beredarnya fatwa” .7
Yaitu mengetahui sesuatu menurut hukum yang telah
ditetapkan baginya selama tidak ada dalil yang mengubahnya .Ini adalah
teori dalam pengembalian yang telah menjadi kebiasaan dan tradisi
manusia dalam mengelola berbagai ketetapan untuk mereka. 8
Dalam hal ini merupakan keadaan dimana Allah
menciptakan sesuatu di bumi seluruhnya. Oleh karena itu, sepanjang tidak
ada dalil yang menunjukkan perubahan nya,maka sesuatu itu tetap pada
kebolehannya yang asli.
-
MACAM-MACAM ISTISHAB
Istishab terbagi dalam beberapa macam diantaranya :
-
Istishab al-baraah al-Ashliyyah (البرءةالاصلية)
Menurut Ibn al-Qayyim disebut Bar’at al-Adam al-Ashliyyah (براةالعدم الاصلية)
-
Istishab al-ibahah al-ashliyah
yaitu Istishab yang berdasarkan atas hukum asal dari sesuatu yang Mubah.Istishab
semacam ini banyak berperan dalam menetapkan hukum di bidang
muamalah.Landasannya adalah sebuah prinsip yang mengatakan ,hulum dasar
dari sesuatu yang bermanfaat boleh dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
selama tidak ada dalil yang melarangnya,seperti makanan,minuman,hewan
dll.Prinsip ini berdasarkan ayat 29 surat al-baqarah
هوالذي خلق ما في الارض جميعا (البقرة 2: 29)
Artinya :”Dia lah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu”
-
Istishab al-hukm
yaitu Istishab yang berdasarkan pada tetapnya status
hukum yang telah ada selam tidakada sesuatu yang mengubahnya.Misalnya
seseorang yang telah melakukan akad nikah akan selamanya terikat dalam
jalinan suami istri sampai ada bukti yang menyatakan bahwa mereka telah
bercerai.
-
Istishab Wasaf
Setiap Fuqaha menggunakan Istishab dari a sampai c sedang mereka berbeda pendapat. Ulama’ Syafi’iyah dan Hanbaliyah menggunakan Istishab ini secara mutlaq.
Dalam arti bisa menetapkan hak-hak yang telah ada
pada waktu tertentu dan seterusnya serta bisa pula menetapkan hak-hak
yang baru. Tapi untuk Malikiyah hanya menggunakan yang Wasaf ini untuk
hak-hak dan kewajiban yang telah ada.
Sedangkan untuk yang baru tidak mau dipakai Istishab yang dipakai oleh Ulama’ Hanafiyah adalah “Lidaf’I Li Itsbt”.(لدفع لالاءثبا ث)10
Para Ulama’ yang menyedikitkan Turuqul Istinbat
meluaskan penggunaan Istishab ,misal golongan Dhahiri,karena mereka
menolak penggunaan Qiyas.Demikian pula Madhabz Syafi’I menggunakan
Istishab kerena tidak menggunakan Istihsan beliau menggunakannya sebagai
alat untuk menetapkan hukum.
Berdasarkan Istishab ,beberapa prinsip Syara’ dibangun ,yaitu :
الاصل فىالاشياءالاءباحة
Asal segala sesuatu itu mubah (boleh dikerjakan)
الاصل فىالاء نسان البراء ة
Asal pada manusia adalah kebebasan
الاصل براء ةالذ مة
(Menurut hukum) asal(nya) tidak ada tanggungan
اليقين لايزال با شك
(Hukum yang ditetapkan dengan) yakin itu tidak akan hilang (terhapus) oleh hukum yang ditetapkan dengan) ragu-ragu.
الاصل بقاء ما كا ن على ما كا ن حتى يثبت ما يغيره
Asal sesuatu itu adalah ketetapan sesuatu yang telah
ada menurut keadaan semula,sehingga terdapat ketetapan sesuatu yang
mengubahnya.
Yang sedikit menggunakan Istishab adalah Madhabz Hanafi dan Maliki karena mereka meluaskan Thurkq al-Istinbat dengan penggunaan Istihsan ,Maslahah Mursalah dan ‘Urf.Sehingga ruang untuk beristimbat dengan Istishab tinggal sedikit.
Istishab dibagi menjadi lima macam,yaitu :
-
Istishab hukm al-ibahah al-ashliyah
Menetapkan hukum sesuatu yang bermanfaat bagi manusia adalah boleh,selama belum ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
-
Istishab yang menurut akal dan Syara’ hukumnya tetap dan berlangsung terus
-
Istishab terhadap dalil yang bersifat umum sebelum datangnya dalil yang mengkhususkannya dan Isatishab dengan Nash selama tidak ada dalil yang Naskh (yang membatalkannya)
-
Istishab hukum akal sampai datangnya hukum Syar’i
-
Istishab hukum yang ditetapkan berdasarkan Ijma’ ,tetapi keberadaan Ijma’ diperselisihkan.
-
PENDAPAT ULAMA’ TENTANG ISTISHAB
Ulama’ Hanafiah menetapakan bahwa Istishab merupakan Hujjah
untuk menetapkan apa-apa yang di maksud oleh mereka.Jadi Istishab
merupakan ketetapan sesuatu yang telah ada semula dan juga mempertahan
sesuatu yang berbeda sampai ada dalil yang menetapkan atas perbedaanya.11
Istishab bukanlah Hujjah untuk menetapka
sesuatu yang tidak tetap telah di jelaskan tentang penetapan orang yang
hilang atau tidak di ketahui tempat tinggalnya.Istishab yang menentukan
atau menunjukkan atas hidupnya orang tersebut dan menolak dengan
kematiannya.
وسخرلكم ما في لسموا ت وما في الارض جميعا
“Dan Ia telah memudahkan tiap-tiap yang di langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya” (Al-Jatsiyyah : 13)
-
KEHUJJAHAN ISTISHAB
Ahli ushul fiqh berbeda pendapat tentang ke-Hujjah-an Istishab ketika tidak ada dalil Syara’ yang menjelaskannya,antara lain :12
-
Menurut mayoritas Mutakallimin (ahli kalam) Istishab tidak dapat di jadikan dalil,karena hukum yang ditetapkan pada masa lampau menghendaki adanya dalil.Demikian pula untuk menetapkan hukum yang sama pada masa sekarang dan masa yang akan datang,harus berdasarka dalil.
-
Menurut mayoritas Ulama’ Hanafiyah, khususnya Muta’akhirin Istishab bisa dijadikan Hujjah untuk menetapkan hukum yang telah ada sebelumnya dan menganggap hukum itu tetap berlaku pada masa yang akan datang,tetapi tidak bisa menetapkan hukum yang akan ada.
-
Ulama’ Malikiyyah, Syafi’iyah, Hanabilah, Zahiriyyah dan Syi’ah berpendapat bahwa Istishab bisa dijadikan Hujjah secara mutlaq untuk menetapkan hukum yang telah ada selama belum ada dalil yang mengubahnya.Alasan mereka adalah bahwa sesuatu yang telah ditetapkan pada masa lalu,selama tidak ada dalil yang mengubahnya baik secara qath’I maupun Zhanni,maka hukum yang telah ditetapkan itu berlaku terus,karena diduga keras belum ada perubahanya.
Istishab Al-Bara’at Al-Ashliyati
Akal menetapakan bahwa dasar hukum pada segala hukum
yang diwajibkan adalah dapat diwajibkan sesuatu,kecuali apabila datang
dalil yang tegas mewajibkannya.Oleh karena itu, muncul Kaidah Kulliyah menetpakna : Dasar hukum itu adalah terlepas kita dari tanggung jawab.
Istishab Al-Umumi
Suatu Nash yang umu mencakup segala yang dapat dicakup olehnya sehingga datang suatu Nash lain yang menghilangkan tenaga pencakupannya itu dengan jalan Takhsish.
Atau sesuatu ukum yang umum,tidaklah dikecualikan sesuatupun dari padanya melainkan dengan ada sesuatu dalil yang khusus.
Istishab An-Nashshi
Suatu dalil (Nash) terus menerus berlakunya sehingga di Nasahkh kan oleh sesuatu Nash yang lainya.
Istishab Al-Washfi Ats-Tsabiti
Sesuau yang tekah diyakini adanya,atau tidak adanya
dimasa lalu tetaplah dihukum demikian sehingga diyakini ada
perubahannya. Disebut juga dengan Istishhabul Madhi Bilhali yakni menetapkan hukum yang telah lalu sampai sekarang.
Dasar Istishab ini berdasarkan pada Kaidah Kulliyah Yang berbunyi : “Dasar hukum adalah kekal apa yang telah ada pada huklum yang telah ada Atau apa yang telah diyakini adanya pada suatu masa dihukkumi tetap adanya (selama belum ada dalil yang mengubahanya.
-
ANALISIS
Jika hukum Istishab ini kita lihat sekilas
tanpa kita pahami,maka akan ada banyak perbedaan dikalangan muslim satu
dengan lainnya dalam mengambil sikap untuk menentukan suatu
hukum.Bukankah ini akan menimbulkan perpecahan dalam islam?
Perbedaan pendapat untuk menentukan hukum dalam Fiqih
itu hal yang biasa,karena dasarnya Akal bukan wahyu, tidak mengikat
untuk seluruh umat islam dan sifatnya “Dhonni”.Perpecahan terjadi bukan
karena perbedaan pendapat tetapi karena manusianya yang belum paham
tentang fiqih.
-
KESIMPULAN
Setelah membaca dan memahami penjelasan diatas dapat kami ambill kesimpulan bahwa Istishab dapat digunakan sebagai dasar hukum setelah Al-qur’an,As-sunnah,Ijma’ dan Qiyas.Karena “Pangkal sesuatu itu adalah boleh”
Selama belum ada dalil yang merubah ketetapan hukum
tersebut,maka sesuatu itu tetap dihukumi boleh.Dengan catatan selama
tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan As-sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi Satria, Ushul Fiqh,
Jumantoro, Totok, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Amzah,2005
Syafi’I Rahmat, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung : CV Pustaka Setia, cet-1 1999
About these ads
istishab
C.
ADAT
ATAU ‘URF
1. PENGERTIAN ‘ADAT DAN ‘URF
Kata urf berasal dari
kata arafa, ya’rifu sering diartikan dengan “al-ma’ruf” dengan arti “sesuatu
yang dikenal”. Pengertian “dikenal” ini lebih dekat kepada pengertian diakui
oleh orang lain.
Sedangkan kata ‘adat
berasal dari bahasa arab dari akar kata : ‘ada, ya’udu mengandung arti takror
(perulangan). Karena itu, sesuatu yang dilakukan satu kali, dua kali belum
dikatakan sebagai adat.
Kata urf pengertiannya
tidak dilihat dari segi berulang kalinya suatu perbuatan dilakukan, tetapi dari
segi bahwa perbuatan tersebut sudah lama dikenal dan diakui oleh orang banyak.
Urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah
menjadi kebiasaan atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam
kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu.[14]
Sedangkan perbedaan
antara kata adat dan urf adalah kata adat menunjukkan suatu perbuatan yang
sudah dikenal dan diakui oleh orang banyak tapi tidak ada penilaian baik dan
buruk atas perbuatan tersebut. sedangkan urf adalah suatu perbuatan yang
dikenal dan diakui oleh masyarat serta ada penilain baik pada perbuatan
tersebut.
2.
MACAM-MACAM
‘ADAT
Dari materi yang biasa
dilakukan :
a.
Urf qouli
Yaitu
kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan kata-kata ucapan. Misalnya waladun secara
etimologi mempunyai arti anak yang digunakan untuk anak laki-laki. Akan kata
ini juga digunakan untuk anak perempuan dalam masalah waris.
Dalam kehidupan sehari-hari orang Arab, kata
walad digunakan hanya untuk anak laki-laki.
Pengggunaan kata “lahmn” tidak hanya untuk
daging sapi, unta akan tetapi segala jenis daging termasuk daging ikan.
uqèdur
”Ï%©!$#
t¤‚y™
tóst7ø9$#
(#qè=à2ù'tGÏ9
çm÷ZÏB
$VJóss9
$wƒÌsÛ
(#qã_Ì÷‚tGó¡n@ur
çm÷YÏB
ZpuŠù=Ïm
$ygtRqÝ¡t6ù=s?
”ts?ur
šù=àÿø9$#
tÅz#uqtB
ÏmŠÏù
(#qäótFö7tFÏ9ur
ÆÏB
¾Ï&Î#ôÒsù
öNà6¯=yès9ur
šcrãä3ô±s?
ÇÊÍÈ
Dan Dia-lah, Allah yang
menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang
segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;
dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (An-Nahl : 14)
b.
Urf fi’li
Yaitu kebiasaan yang berlaku pada kebiasaan.
Umpamanya kebiasaan jual-beli tanpa menggunakan ucapan transaksi (aqad).
Kebiasaaam mengambil rokok milik teman tanpa adanya ucapan meminta dan member
tidak dianggap mencuri.
Dari segi ruang lingkup penggunaannya :
a.
Urf umum
Yaitu kebiasaan yang berlaku dimana-mana, hamper
diseluruh penjuru dunia tanpa memandang
Negara, bangsa dan agama. Misalnya menganggukkan kepala sebagai tanda
persetujuan dan menggelengkan kepala sebagai tanda penolakan.
b.
Urf khusus
Yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok
orang didaerah tertentu atau pada waktu tertentu, tidak berlaku disembarang
tempat dan waktu. Adat menarik garis keturunan melalui garis ibu (matrilineal)
di Minangkabau dan melalui bapak (patrilineal) di kalangan suku batak. Selain
itu ada juga penggunaan kata budak di daerah tertentu menunjukkan arti
anak-anak bukan hamba sahaya.
Dari segi penilaian baik dan buruk
a.
Urf shahih
Adalah kebiasan yang berlaku di
tengah-tngah masyarakat yang tidak
bertentangan dengan nash (ayat atau hadist), tidak menghilangkan
kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka. Misalanya ,
dalam masa pertunangan laki-laki memberikan hadiah kepada pihak wanita dan
hadiah ini tidak dianggap sebagai mas kawin.[15]
b.
Urf fasid
Adalah tradisi yang berlawanan dengan syara’
atau menghalalkan yang haram dan menggugurkan kewajiban.
3. PENYERAPAN ‘ADAT DALAM
HUKUM
a.
Adat yang lama secara substansial dan dalam hal pelaksanaannya
mengandung unsur kemaslahatan.
b.
Adat lama yang pada prinsipnya secara substansial mengandung unsur
maslahat (tidak mengandung unsur mafsadat atau madarat) namun dalam
pelaksanaannya tidak dipandang baik oleh islam.
c.
Adat lama yang pada prinsip dan pelaksanaannya mengandung unsur mafsadat
dan tidak mengandung unsur manfaat.
d.
Adat atau urf yang telah berlangsung lama, diterima oleh orang banyak
karena tidak mengandung unsur mafsadat dan tidak bertentangan dengan dalil
syara’ yang datang kemudian, namun secara jelas belum terserap kedalam syara’.
4. PERBENTURAN DALAM ‘URF
a.
Perbenturan antara urf dengan syara
Yang dimaksud perbenturan (pertentangan) antara
syara’ dan urf adalah perbedaan dari segi penggunaan suatu ucapan ditinjau dari
segi urf dan syara’.
1) Bila perbenturan urf dan syara’ tidak berkaitan dengan materi hokum maka
didahulukan urf.
2) Bila perbenturan urf dan syara’ dalam hal yang berkaitan dengan materi
hokum maka didahulukan syara’.
b.
Perbedaan antara urf qouli dengan penggunaan kata dalam pengertian bahasa.
c.
Perbenturan urf dengan umum Nash yang perbenturannya tidak menyeluruh.
Contoh yang popular untuk menunjukkan perbedaan
antara urf dengan nash yang umum adalah akan jual beli salam. Umum Nash melarang
jual beli barang yang tidak ada ditangan sewaktu berlangsung akad jual beli.
Karena itu , umum nash melarang jual beli salam yang tidak ada barang ditangan
pada waktu berlangsungnya akad. Namun karena jual beli dalam bentuk salam ini
telah menjadi urf yang umum berlaku dimana saja maka dalam hal ini urf tersebut
dikuatkan.
d.
Perbenturan urf dengan qiyas
Hamper semua ulama berpendapat untuk
mendahulukan urf atas qiyas. Karena dalil untuk menggunakan urf adalah suatu
kebutuhan dan hajat orang banyak sehingga ia harus didahulukan atas qiyas.
Contoh dalam hal ini adalah tentang jual beli
lebah dan ulat. Imam Hanafi pada awalnya mengharamkan jual beli lebah dan ulat
sutra dengan menggunakan dalil qiyas yaitu mengqiyaskannya kepada kodok dengan
alas an sama-sama hama tanah. Namun kemudian terlihat bahwa kedua jenis
serangga ini mempunyai manfaat dan telah terbiasa untuk memeliharanya (sehingga
telah menjadi urf). Atas dasar ini, muridnya yaitu Muhammad ibn Hasan
Al-Syaibani membiolehkan jual beli ulat sutra dan lebah berdasarkan urf.
5. KEDUDUKAN ‘URF DALAM
MENETAPKAN HUKUM
Kehujahan uraf atau adat dalam istinbath hokum ,
hamper selalu dibicarakan urf atau adat secara umum. Namun sudah dijelaskan
bahwa urf yang sudah diambil oleh syara’ dan ditolak oleh syara’ tidak perlu
diperbincangkan lagi kehujahannya.
D. ISTISHAB
1. Pengertian Istishab
Istishab
menurut bahasa Arab ialah : pengakuan adanya perhubungan. Sedangkan menurut
para ahli ushul fiqh, adalah : Menetapkan hukum atas sesuatu berdasarkan
keadaan sebelumnya, sehingga ada dalil yang menunjukkan atas perubahan keadaan
tersebut. Atau menetapkan hukum yang telah tetap pada masa lalu dan masih tetap
pada keadaannya itu, sehingga ada dalil yang menunjukkan atas perubahannya.
Maksudnya,
apabila dalam suatu kasus telah ada hukumnya dan tidak diketahui ada dalil lain
yang mengubah hukum tersebut, maka hukum yang telah ada dimasa lampau itu tetap
berlaku sebagaimana adanya.
Dan apabila perkara tersebut tidak ditetapkan hukumnya pada suatu waktu maka ia
tetap tidak ada hukumnya pada masa sesudahnya, sehingga terdapat dalil yang
menetapkan hukumnya. [16]
a.
Menurut
Al-Ghazali
Memberikan definisi istishab dengan istilah itu
berpegang pada dalil akar atau syara’, bukan didasarkan karena tidak mengetahui
adanya dalil, tetapi setelah dilakukan pembahasan dan penelitian dengan cermat,
diketahui tidak ada dalil yang mengubah hukum yang telah ada. [17]
b. Menurut
Abd. Al-Wahab Khallaf
Dalil syara’ yang berakhir yang digunakan pegangan
oleh mujtahid untuk mengetahui hukuman dari sesuatu yang disodorkan padanya.
c. Menurut
al-Shaukani
Bahwasanya
apa yang telah ada pada masa yang lalu, maka menurut hukum asal dipandang masih
ada dimasa sekarang dan pada masa yang akan datang.
d.
Menurut Wahba
Al-Zuhaili
Suatu hukum terhadap penetapan suatu perkara atau
meniadakannya pada saat sekarang atau yang akan datang berlandaskan atas
ketetapan atau peniadaan hukum pada masa yang lalu karena tidak ada dalil yang
merubahnya.[18]
Apabila seseorang mujtahid ditanyai
tentang hukum sebuah perjanjian atau suatu pengelolaan, dan ia tidak menemukan
nash dalam al qur’an atau sunnah, dan tidak pula menemukan dalil syar’i yang
membicarakan hukumnya, maka ia memutuskan dengan kebolehan perjanjian atau
pengelolaan tersebut berdasarkan atas kaidah :
“sesungguhnya
asal mula dalam segala sesuatu adalah dibolehkan”
Dan hal ini
merupakan keadaan dimana Allah menciptakan sesuatu yang ada di bumi,
seluruhnya. Oleh karena itu, sepanjang tidak ada dalil yang menunjukkan
perubahannya, maka sesuatu itu tetap pada kebolehan yang asli.
Apabila
seorang mujtahid ditanyai mengenai hukum suatu binatang, benda padat,
tumbuh-tumbuhan, atau makanan apapun, atau minuman apa saja, atau suatu amal
perbuatan dan ia tidak menemukan dalil syar’i atas hukumnya, maka ia menetapkan
hukum dengan kebolehannya. Karena sesungguhnya kebolehan (ibahah) adalah
asalnya, padahal tidak ada dalil yang menunjukkan terhadap perubahannya.
2.
Kedudukannya
sebagai Sumber Hukum Islam
Adapun penetapan dalil untuk istishab ini ditetapkan
melalui dua dalil, yaitu:
a. Dalil
syara’, berdasarkan penelitian terhadap hokum syara’ bahwa hokum syara’ itu
tetap berlaku karena berdasar dalil yang menetapkan. Contoh: setiap sesuatu
yang menimbulkan mabuk ditetapkan oleh syara’ menjadi haram, kecuali apabila
telah berubah sifatnya dan telah hilang sifat yang memabukkan.
b. Dalil
akal, bahwa permulaan asal sesuatu itu adalah menguatkan hukumnya, contoh tidak
adanya tuduhan terhadap seseorang itu halal darahnya karena murtad kecuali
apabila sudah ada dalil yang menyatakan kemurtadannya, karena yang asal adalah
haram darahnya.[19]
3. Macam-Macam Istishab
a. Isitishab
yang tak ada asal yaitu yang tidak diterima oleh akal dan tidak pula
ketetapannya pada syara’.
Contoh: wajib sembahyang yang enam waktu sehari
semalam, diterima oleh akal atas tidak adanya dan tidak ada pula dasar dalam
agama yang menetapkan wajibnya.
b. Istishab
yang dikehendaki umum dan nash sampai ada perubahan baik secara takhsis ataupun
secara nasakh.
Contoh: perkawinan tetap sah selama tidak ada yang
mengubahnya, dapat pula batal apabila ada yang mentakhsiskan atau
menasakhkannya seperti thalaq, fasakh dan khulu’ atau disebabkan meninggalnya
seseorang.
c. Istishab
dalil syara’ atas tetapnya dan berkekalannya karena ada sebab.
Contoh: seorang membeli mobil, mobil itu tetap
menjadi hak miliknya selamanya, selama tidak ada pemindahan hak miliknya kepada
orang lain. Jadi dia tetap mempunyai hak milik terhadap mobil itu, karena ia
membelinya.
d. Istishab
menurut ijma’ atas hukum pada tempat yang berlainan.
Contoh: seorang yang sembahyang dengan bertayammum,
apabila dia memperoleh air tidak membatalkan sembahyang atau tidak perlu
mengulang sembvahyangnya lagi.[20]
4. Pendapat Ulama’ Tentang Istishab
a. Menurut
kebanyakan mutakallimin, bahwa istishab itu bukan merupakan dasar hokum Islam,
karena ketetapan hukumpada masa yang pertama membutuhkan dalil, demikian juga
pada masa yang kedua.
b. Pendapat
jumhur Hanafiah yang akhir, bahwa istishab itu merupakan hujjah untuk menolak
atau meniadakan bukan untuk menetapkan atau menguatkan, mereka mengatakan
bahwa, istishab itu adalah suatu ulasan untuk menetapkan sesuatu yang telah ada
atas sesuatu yang ada, bukan untuk menetapkan sesuatu yang belum ada.
c. Pendapat
jumhur Malikiyah, Syafi’iyah, Hanbaliyah dan ahli dhohir, bahwa istishab adalah
dasar hokum islam secara mutlak untuk menetapkan hokum yang telah tetap sampai
datang dalil atas perubahannya, maka istishab itu patut untuk
menyatakan/menguatkan sesuatu sebagaimana juga patut untuk menolaknya.[21]
5.
Kehujjahan Istishab
Sebagai dikemukakan oleh Abu Bakar
Ismail Muhammad Miqa bahawa ulama dibagi menjadi dua dalam menentukan
kehujjahan istishab. ulama yang menerimanya dan ulama yang menolaknya. ulama
yang menerima istishab sebagai hujjah berargumen bahwa dalam muamalah dan
pengelolaan harta, manusia memberlakukan adat yang sudah berlaku diantara
mereka. ia dapat dijadikan dasar untuk menentukan hokum tersebut selama tidak
ada dalil yang merubahnya. rujukan tekstualnya adalah al-Qur’an (QS. Al-Baqarah
ayat 29). ulama yang menerima istishab dapat dibedakan menjadi tiga:
a)
Jumhur ulama yang dipelopori oleh imam malik, sebagai ulama
Syafi’iyah, dan Hanafiah berpendapat bahwa istishab dapat dijadikan hujjah
Syar’iyyat ketika tidak ada dalil dari al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.
hukum yang ada tetap berlaku sepanjang belum ada dalil yang merubahnya.
b)
Sebagian ulama hanafiah dan sebagian ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa istishab bukanlah dalil untuk menentukan hukum yang sekarang;
ia sekedar mengetahui hukum masa lalu sedangkan untuk menentukan hukumnya
sekarang ini. ia memerlukan dalil.
c)
Kebanyakan ulama hanafiah berpendapat bahwa istishab adalah
untuk menentukan (dirinya sendiri) dan bukan untuk menetapkan yang lain. ulama
ini menolak istishab akal.
Sedangkan ulama yang menolak
kehujjahan istishab berargumen bahwa penentuan halal, haram, sucinya sesuatu
memerlukan dalil yang dalil itu tidak didapat kecuali dari “Syari”. Dalil
syar’iy terdapat dalam nash al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.
Kalau tidak ditemukan sesuatu
perbuatan atau perjanjian baik dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah atau dalil
sayara’ yang lainya maka perjanjian atau perbuatan itu dianggap mubah
berdasarkan asal segala sesuatu itu mubah selama belum ada dalil yang
menunjukkan hukumnya berubah. umpamanya hukum daging binatang, benda,
tumbuh-tumbuhan; makanan atau perbuatan yang tidak diterangkan hukumnya oleh
syara’ maka ditetapkan mubah karena mengingat asal segala sesuatu itu mubah.
Istishab dijadikan salah satu dalil
syara’ menurut mazhab Syafi’i. dan diantara contoh hukum yang bersumber dari
istishab umpamanya si A telah diketahui dengan pasti menikah dengan si B maka
kedua orang tadi masih dianggap sebagai suami istri selama tidak ditemukan
bahwa mereka berdua telah bercerai.
Seorang yang sudah berwudhu kemudian
timbul was-was bahwa ia terasa kentut, maka ditetapkan bahwa ia masih dalam
keadaan suci selama tidak ditemukan bukti bahwa ia batal seperti bunyi kentut
atau bau kentutnya. demikianlah setiap yang sudah diyakini adanya dianggap akan
tetap ada sampai ada bukti yang menunjukkan perubahnya dan sebaliknya yang
sudah diyakini tidak ada, ditetapkan tidak ada sampai ada bukti yang
menunjukkan adanya.
Sedangkan Kalangan hanafiyah dan
malikiyah berpendapat bahwa istishab ada bukan untuk menimbulkan hak yang
baru. Dalam contoh diatas, orang yang hilang itu meskipun ia masuh dianggap
masih hidup, yang dengan itu istrinya masih dianggap sebagai istrinya dan
hartanya juga masih berstatus sebagai miliknya sebagai orang yang masih hidup,
namun jika ada ahli waris yang wafat, maka khusus kadar pembagiannya harus
disimpan dan balum dapat dinyatakan sebagai haknya sampai terbukti ia masih
hidup. Jika terbukti ia telah wafat daan ternyata lebih dulu wafatnya
dibandingkan warisnya maka kadar pembagiannya yang disimpan dibagi antara ahli
waris yang ada. Alasan mereka karena keadaannya masih hidup semata-mata
didasarkan atas dalil istishab yang berupa dugaan, bukan hidup secara fakta.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Ihtisan
Dalam
bahasa arab ihtisan berarti menganggap sesuatu itu baik, menurut istilah adalah
meralihkan pemikian seorang mujtahid dari tuntutan qiyas yang nyata kepada
qiyas yang samara tau dari hokum umum kepada perkecualian karena ada kesalahan
pemikiran yang kemudian memenangkan perpindahan itu.
a.
Macam-macam
ihtihsan.
c. Dari
segi dalil yang ditinggalkan dan dalil yang dipakai yaitu:
a) Dari
qiyas jaliy menuju qiyas khafiy.
b) Dari
ketentuan nash yang umum menuju hokum yang khusus.
c) Dari
hkum yang umum kepada hukum pengecualian.
d. Segi
sandaran ihtisan yaitu:
4) Dasar
yang berupa khiyas
5) Dasar
yang berupa nash
6) Dasar
yang berupa
2.
Maslahah,
Secara
etimologi sama dengan manfaat, baik dari
segi lafal maupun makna. Maslahah juga berarti manfaat atau suatu
pekerjaan yang mengandung manfaat. Sedangkan secara terminologi, terdapat
beberapa definisi Maslahah yang di kemukakan oleh ulama ushul Fiqh,
tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esesnsi yang sama. Imam Ghozali
mengemukakan bahwa pada prinsipnya Maslahah adalah mengambil manfaat dan
menolak kemdharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.
a.
Dalam maslahah
mursalah diharuskan syarat-syarat sebagai berikut:
d.
Hanya berlaku
dalam bidang mu’amalah, karena persoalan ibadah tidak akan berubah-ubah
e.
Tidak berlawanan
dengan maksud syari’at atau salah satu dalilnya yang sudah terkenal (tidak
bertentangan dengan nash)
f.
Maslahah ada
karena kepentinagan yang nyata dan diperlukan oleh masyarakat.
3.
Urf
adalah
segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan
atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan
meninggalkan perbuatan tertentu
a. Macam-Macam
‘Adat
Dari materi yang biasa
dilakukan :
c.
Urf qouli
d.
Urf fi’li
·
Dari segi ruang lingkup penggunaannya :
Ø Urf umum
Ø Urf khusus
·
Dari segi penilaian baik dan buruk
c.
Urf shahih
d.
Urf fasid
4. Istishab
menurut bahasa Arab ialah :
pengakuan adanya perhubungan. Sedangkan menurut para ahli ushul fiqh, adalah :
Menetapkan hukum atas sesuatu berdasarkan keadaan sebelumnya, sehingga ada
dalil yang menunjukkan atas perubahan keadaan tersebut. Atau menetapkan hukum
yang telah tetap pada masa lalu dan masih tetap pada keadaannya itu, sehingga
ada dalil yang menunjukkan atas perubahannya.
a. Macam-Macam
Istishab
1) Isitishab
yang tak ada asal yaitu yang tidak diterima oleh akal dan tidak pula
ketetapannya pada syara’.
2) Istishab
yang dikehendaki umum dan nash sampai ada perubahan baik secara takhsis ataupun
secara nasakh.
3) Istishab
dalil syara’ atas tetapnya dan berkekalannya karena ada sebab.
4) Istishab
menurut ijma’ atas hukum pada tempat yang berlainan
(http://hidayah-cahayapetunjuk.blogspot.com/2012/10/ihtisan-maslahah-mursalah-urf-istishab.html)
Langganan:
Postingan (Atom)