UPAH DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita
tahu bahwasannya produksi tidak akan berjalan lancar tanpa adanya
factor-faktor produksi yang mendukug. Ada 4 faktor yang penting adalah
tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen. Keempat-empatnya sangat
berperan dalam kelangsungan produksi tanpa adanya tanah, tenaga kerja,
modal dan manajemen maka produksi tidak berjalan dengan efektif.
Demikian
halnya tenaga kerja merupakan salah satu factor produksi yang penting.
Keberadaan tenaga kerja tidak boleh begitu saja dikesampingkan yang
harus diperhatikan kesehatan dan kesejahteraannya. Hal yang tidak bisa
lepas begitu saja dari tenaga kerja adalah upah. Penentuan upah
merupakan salah satu penentu efisien atau tidaknya kerja seorang tenaga
kerja seperti yang sering terjadi di Indonesia sekarang tidak sedikit
perusahaan yang menghentikain aktifitas produksinya karena para karyawan
berdemo menuntut kenaikan upah.
Olek
karena itu perlu di perhatikan standar upah agar memberikan kerugian
kepada kedua belah pihak yaitu pihak perusahaan dan karyawan, seperti
yang terjadi pada masa Rasulullah SAW dan pada masa kekholifahan.
Jika
para pekerja tidak mendapatkan upah yang adil dan wajar, ini tidak
hanya akan mempengaruhi daya beli dan taraf hidup para serta
keluarganya, Dengan demikian secara ekonomi sangat berbahaya bagi suatu
Negara jika menghapuskan hak tenaga kerja atas pembagian deviden.
Perselisihan
dalam perdagangan dan industri menyebabkan kerugian tahunan yang besar
baik kerugian waktu maupun uang daripada sedikit kenaikan upah yang
diberikan kepada para pekerja. Mengingat pentingnya upah pada kelancaran
proses produksi, maka bab-bab selanjutnya akan dibahas mengenai seluk
beluk upah dan bagaimana upah seharusnya.
1.2 Rumusan Masalah.
Mengingat karena meluasnya bahasan mengenai upah maka penulis memberi batasan-batasan sebagai berikut:
1. Definisi Upah
2. Cara menentukan upah
3. tingkat upah
4. Upah pada masa khilafah Islamiyah
5. Upah masa sekarang
6. Zakat upah dan gaji
7. Stabilisasi upah
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Upah
Upah didefinisikan sebagai harga yang dibayarkan pada pekerja atas pelayanannya dalam memproduksi barang . Menurut istilah Prof. Benham Upah dapat didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan berdasarkan perjanjian atau kontrak oleh seorang majikan pada seorang pekerja karena jasa yang ia berikan. Kompensasi transaksi tersebut (yang berupa honor) boleh tunai boleh tidak . Honor tersebut juga boleh dalam bentuk harta ataupun jasa, sebab apa saja yang bisa dinilai dengan harga maka boleh juga dijadikan kompensasi, baik berupa materi ataupun jasa dengan syarat harus jelas . Apabila tidak jelas maka tidak syah.
2.2 Cara Menentukan Upah
Banyak teori yang telah dikemukakan oleh para pakar ekonomi sebagian mengatakan bahwa upah yang ditentukan atas tingkat mata pencaharian seseorang sementara sebagian lainnya menekankan pada pesanan produktifitas marginalnya.
Orang kapitalis dan sosialis berbeda dalam menentukan upah, pekerja kapitalis memberikan upah kepada seorang pekerja dengan upah yang wajar. Upah yang wajar menurut mereka adalah apa yang dibutuhan oleh seorang pekerja yaitu biaya hidup dengan batas minimum. Mereka akan menambah upah tersebut apabila beban hidupnya bertambah pada batas yang paling minim, sebatas standar yang paling minim yaitu sekedar bisa dipakai untuk hidup dalam suatu taraf hidup yang amat sederhana dimana ia bukanlah standar dari produksi yang dihasilkan.
Aka tetapi tingginya taraf hidup masyarakat eropa dan Amerika itulah yang menjadikan batas minimum yang diperolehnya memungkinkan masyarakat disana tampak seakan-akan hidupnya layak padahal masyarakatnya tidak bisa memperoleh upah sesuai dengan kadar produksi yang dihasilkannya. Maka pekerja yang ada disana baik di negara yang maju maupun terbelakang pemikirannya tetap saja semua pemikirannya dibatasi sesuai dengan batas taraf hidup mereka yang paling minim menurut komunitas yang mereka alami meskipun tinggi dan rendahnya taraf hidup masyarakat berbeda-beda,Namun perkiraan tersebut tetap mengikuti biaya hidup minimum yang dibutuhkan untuk pekerja.
Adapun orang-orang sosialis berpendapt bahwa nilai lebih yang pertama adalah kerja yang dilakukan oleh seorang pekerja guna memproduksi barang dan menyempurnakan proses produksinya. Sedangkan kerja dan kemampuan kerja itu memainkan peranan penting dalam memproduksi barang. Atas dasar inilah maka sosialis memandang bahwa upah pekerja ditentukan berdasarkan produksi yang dihasilkan dimana seluruh biaya produksi (cost) akan dikembalikan kepada suatu unsur yaitu kerja.
Oleh karena itu menentuka upah pekerja dengan ketentuan tertentu apapun standarnya adalah salah dan bertentangan dengan fakta yang ada . Pandangan tentang perkiraan upah menurut orang-orang kapitalis dan sosialis menyebabkan rusaknya hubungan antar personal yang harus dilakukan dalam raga memenuhi kebutuhan mereka.
Islam menetapkan solusi yang sangat tepat, baik mengenai masalah upah maupun masalah perlindungan terhadap kepentingan pekerja maupun majikan. Upah ditetapkan suatu cara masing-masing pihak memperoleh bagian yang syah produk bersamaannya, prinsip di tunjukkan dalam alqur’an.
Artinya: “Allah menciptakan alam semesta ini dengan tujuan yang nyata karena itu setiap orang akan menerima menurut usahanya (45:22) Aljatsiqoh 22.”
Selain itu kedua belah pihak yang melakukan kontrak diprintahkan agar bersikap adil terhadap semua orang yang bertransaksi .
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan.
Para pekerja harus memperoleh upahnya sesuai kontribusi pada produksi, Sedangkan para majikan akan menerima keuntungan dalam proporsi yang sesuai dengan modal dan kontribusinya dalam produksi. Dengan demikian setiap orang akan memperoleh bagiannya serta deviden nasional yang sesuai dan tidak ada seorangpun yang akan dirugikan jadi tinggi rendahnya upah seseorang dalam suatu pekerjaan itu semata dikembalikan kepada tingkat kesempurnaan jasa atau kegunaan tenaga yang berikan. Dan ini tidak bisa dianggap sebagai bonus dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas mereka. Namun ini semata adalah upah mereka yang memang berhak mereka terima karena kesempurnaan jasa mereka.
2.3 Tingkat Upah
Upah akan ditentukan melalui negosiasi diantara para pekerja, majikan dan Negara. Tugas Negara islam adalah memastikan bahwa upah ditetapkan tidak selalu rendah tetapi juga tidak terlalu tinggi sehingga menafikan bagian si majikan dari hasil produk bersamanya.
2.3.1 Tingkat Upah Minimum
Islam mewajibkan para majikan agar menetapkan upah minimum yang harus dapat menutupi kebutuhan dasar hidupnya termasuk makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain.Abu Dzar AlGhifani meriwayatkan bahwa Rasulullah telah bersabda “Mereka (budak-budak dan pelayanmu) adalah saudara-saudara kamu maka barang siapa yang menempatkan saudaranya dibawah pengawasannya hendaklah ia memberikan makanan dari apa yang ia makan dan berilah pakaian sebagaiman pakaian yang ia pakai serta janganlah membebani mereka dengan tugas yang berat maka bantulah mereka (H.R. Bukhori).
Hadist tersebut dengan jelas menetapkan bahwa:
1) Majikan dan karyawan seharusnya saling menganggap saudara seiman bukan tuan dan budak.
2) Majikan seharusnya berada pada tingat yang sama dengan karyawannya paling tidak dalam soal kebutuhannya yang mendadak.
3) Seorang pekerja tidak boleh dibebani tugas terlalu berat.
Dalam Negara Indonesia ini tingkat upah minimum dikenal dengan UMR (Upah minimum Regional) yang ditentukan berbeda-beda berdasarkan daerah tempat karyawan bekerja. Untuk jawa timur UMR tertinggi berada di kota Surabaya kemudian disusul Sidoarjo dengan selisih Rp 500,- dan untuk terendah di kota Blitar dengan nilai Rp 300,-.
2.3.2 Tingginya Upah
Islam tidak akan membiarkan upah jatuh dibawah tingkat minimum, Namun islamjuga tidak membiarkan upah meningkat diatas tingkat ynng telah ditentuikan. Diharapakan akan ada batas upah tertinggi ayat Al-Qur’an
“Bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah di usahakan”
Upah Maksimum yang mereka dapat dari majikan mereka adalah sama dengan sumbangan mereka terhadap proses produksi bersama-sama dengan faktor produksi lainnya.
2.3.3 Tingkat Upah Yang Sebenarnya
Upah yang sebenarnya akan berkisar diantara batas-batas tersebut sesuai dengan hukum-hukum penawaran dan permintaan tenaga kerja yang sudah tentu akan dipengaruhi oleh taraf hidup yang biasa dari kelomok pekerja. Kekuatan efektif dari organisasi mereka serta sikap majikan yang mencermikan keimanan mereka kepada Allah.
Jika sewaktu-waktu upah jatuh dibawah tingkat minimum maka Negara Islam mempunyai hak untuk mencampuri serta menetapkan upah minimum sesuai dengan kebutuhan diwaktu itu. Apabila para majikan sepenuhnya menyadari kewajiban mereka terhadap para pekerjanya, Maka mereka akan memberikan upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Atas dasar pengklasifikasiannya upah dibedakan menjadi dua yaitu7:
Upah yang telah disebutkan (Ajrun Musanna)
Upah yang syaratnya ketika disebutkan harus disertai adanya kerelaan kedua belah pihak yang sedang melakukan transaksi terhadap upah tersebut.
Upah yang yang sepadah (Ajrun Mitsli)
Upah yan sepadan denga kerjanya serta sepadan dengan kondisi pekerjaannya. Dan upah yang sepadan tersebut bias jadi merupakan upah yang sepadan dengan pekerjaanya saja, apabila akat Ijarahnya menyebutkan jasa pekerjaanya.
Inilah pijakan yang dipergunakan di dalam menentukan perkiraan upah yaitu berpijak pada jasa sesuai dengan pandangan para ahli-ahli yang meperkirakan upah atau Ajrun Mistsli tersebut. Hendaknya di pilih oleh kedua belah pihak yang melakukan transaksi yaitu majikan dan pekerja. Apabila kedua belah pihak belum memiliki seorang ahli atau masih berselisih maka mahkamah atau negaralah yang berhak menentukan ahli bagi mereka.
2.4 Upah pada Khilafah Islam
2.4.1 Upah Masa Rasulullah
Rasullah telah meletakkan beberapa prinsip dasar untuk menentukan upah pegawai negeri yang sesuai dengan hadist. “Bagi seorang pegawai negeri jika ia belum kawin sebaiknya ia kawin, jika ia tak memiliki pelayan hendaklah ia memiliki pelayan, jika ia tidak memilki tempat tinggal untuk di tempati ia boleh membangun sebuah rumah dan orang-orang yang melampaui batas-batas ini adalah perebut tahta atau pencuri. (Abu Daud, Kitab Alkharaj).
Hadist ini memberikan dua prinsip dasar yaitu:
Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan riil dan praktis para pegawainya.
Sikap tidak jujur bagi para pegawai jika mereka menuntut kepada bendahara Negara lebih dari kebutuhan mereka yang sesungguhnya.
2.4.2 Upah Masa Kekhalifahan
Umar khalifah kedua telah menjelaskan prinsip-prinsip dalam beberapa pidatoya yang bertalian dari distribusi bantuan dan pembayaran tunjangan. Ia telah menyatakan pentingnya hal-hal berikut ini dalam memberikan bantuan dan pembayaran tunnjangan .
1. Jasa apa yang telah seseoang berikan untuk kepentingan islam?
2. Kesulitan apa yang telah alami seseorang atau yang sedang ia alami demi kepentingan Islam?
3. Seberapa lama pengabdiaanya pada islam?
4. Apa kebutuhan riil dari seseorang?
5. Seberapa besar tangungan ekonomi seseorang (jumlah keluarganya) ?
Perbedaan-perbedaan upah sudah ada pada zaman Rasulullah. Pada tahun pertama hijriah (kecuali para istri nabi dan sahabat Nabi) yang harus berjuang dalam perang badar dan perang uhud upah terendah mereka adaalah 200 dirham sedangkan upah tertinggi adalah 2000 dirham (50 pound) Rasionya 1:10.
Perbedaan-perbedaan itu masih dalam batas yang wajar dan seimbang. Selain itu perbdaan semacam itu juga cukup alamiah dalam kemampuan pendidikan, latihan, sifat kerja, dan tanggug jawab ekonomi serta lamanya pengabdian. Rasio perbedaan itu harus dijaga berkisar 1:10 , Sedangkan negar-negara kapitalis modern rasiotersebut setinggi 1:200.
2.4.3 Gaji pejabat tinggi
Gaji pejabat tinggi (kepala Negara, Gubernur, Menteri) tidak ditentukan melalui prinsip mereka tidak diberi gaji atau upah akan tetapi mereka diberi tunjangan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya menururt ketentuan tertentu, ketentuan itu antara lain :
a. Bahwa pejabat tinggi pemerintah islam dari yang berpangkat paling tinggi sampai yang paling rendah semuanya adalah buruh yang di gaji.
b. Buruh mendapat gaji yang mencukupi kehidupannya dan penghidupan keluarganya dalam batas-batas yang wajar (uruf)
c. Gaji tidak diukur menurut pangkat atau kedudukan tapi di ukur menurut kebutuhan pegawai. Jadi bisa jadi seseorang petugas sedekah atau pelayan di Baitul Mall mendapat gaji lebih besar dari seorang kholifah (kepala Negara).
2.5 Upah pada masa sekarang
Bahwasannya upah pada masa sekarang berbeda sekali dengan upah pada masa kekholifahan soalnya pada masa itu tidak ada perbedaan antara atasan dan bawahan, baik yang berpangkat dan yang tidak semuanya sama. Justru yang ditekankan pada masa kekholifahan adalah keharmonisan negara baik dari segi hukum dan perekomian. Tapi kalau pada masa sekarang adalah siapa yang kuat dialah yang kuasa dan siapa yang kuasa justru dialah yang mengatur semuanya baik dari segi hukum, perekonomian, serta jalannya roda kepemeritahannya. Jadi sudah jelas siapa yang mempunyai keahlian dan disertai dengan relasi orang-orang yang berpangkat maka dialah yang bisa mencukupi keadaanya dengan berlebihan malah justru dengan hukum yang diterapkan disini ada banyak kesenjangan sosial sehingga banyak orang yang tidak mampu atau dibawah standart tidak bisa mencukupi kehidupannya secara layak sehingga menimbulkan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin sengsara oleh sebab itu maka kita harus tahu diri dengan keadaan sekarang.
Total Upah seorang pegawai dihitung dengan mengalikan tarif upah perjam dengan jumlah jam kerja pegamai yang bersangkutan. Selain upan upah yang dibayar untuk jam kerja biasa, pegawai mungkin masih manareima uph lembur yang tarifnya lebih tinggi dari tarif biasa.
Potongan Wajib adalah potongan yang harus dilakukan oleh perusahaan atas penghasilan kotor para karyawan yang ditetapkan berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah.
Berdasarkan undang-undang no.7 1983 tentang pajak penghasilan (UU PPH 1984). Perusahaan wajib melakukan pemotongan pajak atas penghasilan para karyawannya yang memenuhi ketetapan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Adapun penghasilan yang dikenakan PPH adalah10
a. Penghasilan rutin bulanan baik berupa penghasilan pokok maupun tunjangan- tunjangan rutin bulanan.
b. Penghasilan tidak rutin bulanan datang biasanya diberikan sekali dalam setahun.
c. Upah harian, Mingguan.
d. Upah pensiun, uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua, uang tunggu, uang pesangun dan uang pmbayaran lain sejenis.
e. Honorarium, komisi atau pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan di Indonesia.
Tarif pajak penghasilan diatur dalam pasal 17 UU PPH 1984 sebagai berikut:
a. Penghasilan < Rp 10.000.000 dikenai pajak 15%. b. Penghasilan > 50.000.000 > 10.000.000 dikenakan pajak Rp 25%.
c. Penghasilan > Rp 50.000.000 dikenai pajak 50%.
2.6 Zakat Upah Dan Gaji
Seluruh penghasilan tersebut diatas dianggap sebagai keuntungan dari potensi ‘kemanusiaan’ yang ada pada seseorang seperti para pekerja, gaji pegawai dan lain-lain.
Pendapat mayaoritas Ulam’ adalah bahwa seluruh aset tersebut tidak dieluarkan zakatnya ketika diterima. Tetapi terlebih dahulu digabungkan dengan seluruh harta zakat miliknya yang lain dalam hitungan nishab dan haul11. Seluruh harta itu dikeluarkan zakatnya setelah sampai haul dan batas nishabnya. Seluruh uang yang digunakan belum sempurna satu kali haul, juga dikeluarkan zakatnya diakhir haul meskipun digunakan sebelum berakhir satu haul sebagai bagian dari harta tersebut, selam pemilik harta telah menemui haul dengan harta yang mencapai nishabnya secara umum. Yang wajib dikeluarkan adakah 2,5%, sama dengan harta uang secara umum.
Sementara sebagian Ulama’ lain berpendapat bahwa sudah wajib dikeluarkan zakatnya ketika diterima karena dianggap sebagai “harta lebih” dari harta milik yang lain sudah mencapai satu nishab. Nishabnya sama dengan nishabzakat tanaman dan buah-buahan yakni bila mencapai lima Wisq, yakni lima puluh takaran mesir. Kalau harta –harta tersebut mencapai lima wisq maka sudah wajib dikeluarkan hartanya.
Sementara jumlah yang harus dikeluarkan sebagai zakat berkisar antara lima hingga 1?10 (1?10-1?20) total harta, tergantung berat ringannya usaha. Orang yang melakukan usahanya dengan mudah mengeluarkan zakatnya 10%.
2.7 Stabilitas Upah
Untuk mempertahankan upah pada stau standar yang wajar. Islam memberikan kebebasan sepenuhnya dalam mobilitas tenaga kerja. Tidak ada pembatasan sama sekali terhadap perpindahan merka dari satu daerah kedaerah lainnya di negara tersebut guna mencari upah yang lebih tinggi.
Metode kedua yang dianjurkan oeh islam dalam menentukan standar upah adalah dngan benar-benar memberi kebebasan dalam bekerja. Setiap orang bebas memilih pekerjaan. Kebebasan berpindah kerja ini sangat membantu dalam menjaga stabilitas upah di seluruh negeri.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah mencermati bahasan di awal, maka kesimpulan-kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Upah diakur berdasarkan tingkat kesempurnaan jasa atau kegunaan tenaga yang diberikan bukan untuk diukur berdasarkan nilai produksi yang dihasilkan untuk pekerja.
2. Upah tidak boleh ditentukan teerlalu tinggi ataupun terlalu rendah.
3. majikan harus dapat menentukan yang minimum yang harus dapat memenuhi kebutuha dasar hidup pekerjanya.
4. Jika upah jatuh di tingkat miimum, negara islam mempuyai ha untuk mencampuri serta menetapkan upah minimum yang sesuai dengan kebutuhan diwaktu.
5. Sesuai dengan upah dimasa kekholifahan, rasio perbedaan upah harus dijaga berkisar 1: 10 hal itu dimaksudkan untuk menciptakan kesejahteraan umat.
Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan dari bahasan upah didepan antara lain:
1. Hendaknya majikan memperhatikan kesejahteraan pekerjanya.
2. Upah yang ada sekarang terlihat sangat merugikan pekerja. Oleh karena itu tidak salah jika kita mengembalikan upah kepada kedudukannya semula seperti yang terjadi dimasa Rasulullah dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Afdzalurrahman, Muhammad Sebagai Pedagang, Jakarta: Yayasan Suara Bumi, 2004.
1. An-Nabhani, Taqiyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Perspektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 2004.
2. Umar Basyir, Abu. Fiqih Keuangan Ekonomi Islam, Jakarta: Darul Haq, 2004.
3. Umar sitanggal, Anshori. Menanggulangi Krisis Ekonomi, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1985.
4. Yusuf, Al-Haryono. Dasar-dasar Akutansi, (Yogyakarta, STIE YKPN, 1999) 244.
5. Umar Sitanggal, Anshori, Abu Ahmadi. Sistem Ekonomi Islam Prinsip-Prinsip Dan Tujuan-tujuannya, Semarang: PT Bina Ilmu, 1980.
DAFTAR PUSTAKA
1. At thoriqi, Abdul Halim. Ekonomi Islam Prinsip Dasar dan Tujuan, Magistra Insania Press,Yogyakarta: 2004.
2. Basyir, Abu Umar. Fiqih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta: 2004.
3. Syayid, Sabig. Fikih Sunnah 12, PT Al-Ma’arif, Bandung: 2004.
4. Sitanggal, Umar Anshori, Abu Ahmadi. Sistem Ekonomi Islam Prinsip-Prinsip dan Tujuan-Tujuannya, Semarang: PT Bina Ilmu, 1980.
5. An-Nabhani, Taqiyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Perspektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar