-
PENGERTIAN TENTANG ISTISHAB
Kata Istishab secara etimologi berasal dari kata “istashhaba” dalam sighat istif’ala (استفعال) yang bermakna استمرارالصحبة kalau kata الصحبة diartikan dengan teman atau sahabat dan استمرار diartikan selalu atau terus menerus, maka istishab secara Lughawi artinya selalu menemani atau selalu menyertai.
ابقاء ما كا ن على ما كا ن عليه لا نعدام الغير(اعتقا دكون
الشىء فى الما ضى اوالحا ضر يوجب ظن ثبو ته فىالحال والاستقبا ل
’Mengekalkan apa yang sudah ada atas keadaan yang
telah ada,karena tidak ada yang mengubah hukum atau karena sesuatu hal
yang belum di yakini.
Definisi lain yang hampir sama dengan itu dinyatakan oleh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah,beliau adalah tokoh Ushul Fiqh Hanbali
yaitu : menetapkan berlakunya suatu hukum yang telah ada atau
meniadakan sesuatu yang memang tidak ada sampai ada yang mengubah
kedudukanya atau menjadikan hukum yang telah di tetapkan pada masa
lampau yang sudah kekal menurut keadaannya sampai terdapat dalil yang
menunjukkan perubahannya. 2
ثبت ماكان ثابتاونفي ماكان منفيا استخدامة
Menurut Asy-Syaukani menta’rifkan Istishab dengan “tetapnya sesuatu hukum selama tidak ada yang mengubahnya4 dalam Irsyad Al-Fuhul nya merumuskan : لما ضى فالاصل بقاؤه فى الزما ن المستقبال ان ما ثبت فى الزما ن
ِ”Apa yang pernah berlaku secara tetap pada masa lalu ,pada prinsipnya tetap berlaku pada masa yang akan datang.”5
Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Ridho Mudzaffar dari kalangan Syi’ah,yaitu : ابقاء ما كا ن (mengukuhkan apa yang pernah ada) dan menurut Ibn As-Subki dalam kitab Jam’u Al-Jawani jilid II Istishab Yaitu :6
ثبوت امرفىالثانىلثبوته فى الاول لفقدان مايصلح للتخيير
“Berlakunya sesuatu pada masa kedua karena yang
demikian pernah berlaku pada waktu pertama karena tidak ada yang aptut
untuk mengubahnya.”
Sedangkan menurut istilah ahli Ushul Fiqh “menetapkan
hukum atas sesuatu berdasarkan keadaan sebelumya,sehingga ada dalil
yang menunjukkan atas perubahan keadaan tersebut”.Al-Ghazali
mendefinisikan Istishab adalah berpegang pada dalil akal atau Syara’, bukan
didasarkan karena tidak mengetahui dalil,tetapi setelah melalui
pembahasan dan penelitian cermat ,diketahui tidak ada dalil yang
mengubah hukum yang telah ada.
Menurut Ibn Qayyim Istishab adalah
menyatakan tetap berlakunya hukum yang telah ada dari suatu peristiwa
atau menyatakan belum ada nya hukum suatu peristiwa yang belum penah
ditetapkan hukumnya.Sedangkan definisi Asy-Syatibi adalah segala ketetapan yang telah ditetapkan pada masa lampau dinyatakan tetap berlaku hukumnya pada masa sekarang. Contoh
Muhammad telah menikah dengan Aisyah, kemudian mereka berpisah selama
15 tahun,karena telah lama mereka berpisah lalu Aisyah ingin menikah
lagi dengan lelaki lain, dalam hal ini Aisyah belum bisa menikah lagi
karena ia masih terikat tali perkawinan dengan Muhammad dan belum ada
perubahan hukum tali perkawinan walaupun mereka telah lama berpisah.
Oleh sebab itu apabila seorang Mujtahid ditanya tentang hukum kontrak atau pengelolan yang tidak ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atau dalil Syara’ yang meng-Itlak-kan hukumnya, maka hukumnya boleh sesuai kaidah :
الاصل فى الاشياءالاباحة
Artinya :”Pangkal sesuatu adalah kebolehan”
Kebolehan adalah pangkal (asal) meskipun tidak ada
dalil yang menunjukan atas kebolehannya,dengan demikian pangkal sesuatu
itu adalah boleh. Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah :129
هوالذي خلق لكم ما فى الارض جميعا
Artinya :”Dia lah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu”
Istishab adalah akhir dalil syara’ yang dijadikan
tempat kembali para Mujatahid untuk mengetahui hukum suatu peristiwa
yang dihadapinya. Ulama Ushul Fiqh berkata “sesungguhnya Istishab adalah akhir tempat beredarnya fatwa” .7
Yaitu mengetahui sesuatu menurut hukum yang telah
ditetapkan baginya selama tidak ada dalil yang mengubahnya .Ini adalah
teori dalam pengembalian yang telah menjadi kebiasaan dan tradisi
manusia dalam mengelola berbagai ketetapan untuk mereka. 8
Dalam hal ini merupakan keadaan dimana Allah
menciptakan sesuatu di bumi seluruhnya. Oleh karena itu, sepanjang tidak
ada dalil yang menunjukkan perubahan nya,maka sesuatu itu tetap pada
kebolehannya yang asli.
-
MACAM-MACAM ISTISHAB
Istishab terbagi dalam beberapa macam diantaranya :
-
Istishab al-baraah al-Ashliyyah (البرءةالاصلية)
Menurut Ibn al-Qayyim disebut Bar’at al-Adam al-Ashliyyah (براةالعدم الاصلية)
-
Istishab al-ibahah al-ashliyah
yaitu Istishab yang berdasarkan atas hukum asal dari sesuatu yang Mubah.Istishab
semacam ini banyak berperan dalam menetapkan hukum di bidang
muamalah.Landasannya adalah sebuah prinsip yang mengatakan ,hulum dasar
dari sesuatu yang bermanfaat boleh dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
selama tidak ada dalil yang melarangnya,seperti makanan,minuman,hewan
dll.Prinsip ini berdasarkan ayat 29 surat al-baqarah
هوالذي خلق ما في الارض جميعا (البقرة 2: 29)
Artinya :”Dia lah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu”
-
Istishab al-hukm
yaitu Istishab yang berdasarkan pada tetapnya status
hukum yang telah ada selam tidakada sesuatu yang mengubahnya.Misalnya
seseorang yang telah melakukan akad nikah akan selamanya terikat dalam
jalinan suami istri sampai ada bukti yang menyatakan bahwa mereka telah
bercerai.
-
Istishab Wasaf
Setiap Fuqaha menggunakan Istishab dari a sampai c sedang mereka berbeda pendapat. Ulama’ Syafi’iyah dan Hanbaliyah menggunakan Istishab ini secara mutlaq.
Dalam arti bisa menetapkan hak-hak yang telah ada
pada waktu tertentu dan seterusnya serta bisa pula menetapkan hak-hak
yang baru. Tapi untuk Malikiyah hanya menggunakan yang Wasaf ini untuk
hak-hak dan kewajiban yang telah ada.
Sedangkan untuk yang baru tidak mau dipakai Istishab yang dipakai oleh Ulama’ Hanafiyah adalah “Lidaf’I Li Itsbt”.(لدفع لالاءثبا ث)10
Para Ulama’ yang menyedikitkan Turuqul Istinbat
meluaskan penggunaan Istishab ,misal golongan Dhahiri,karena mereka
menolak penggunaan Qiyas.Demikian pula Madhabz Syafi’I menggunakan
Istishab kerena tidak menggunakan Istihsan beliau menggunakannya sebagai
alat untuk menetapkan hukum.
Berdasarkan Istishab ,beberapa prinsip Syara’ dibangun ,yaitu :
الاصل فىالاشياءالاءباحة
Asal segala sesuatu itu mubah (boleh dikerjakan)
الاصل فىالاء نسان البراء ة
Asal pada manusia adalah kebebasan
الاصل براء ةالذ مة
(Menurut hukum) asal(nya) tidak ada tanggungan
اليقين لايزال با شك
(Hukum yang ditetapkan dengan) yakin itu tidak akan hilang (terhapus) oleh hukum yang ditetapkan dengan) ragu-ragu.
الاصل بقاء ما كا ن على ما كا ن حتى يثبت ما يغيره
Asal sesuatu itu adalah ketetapan sesuatu yang telah
ada menurut keadaan semula,sehingga terdapat ketetapan sesuatu yang
mengubahnya.
Yang sedikit menggunakan Istishab adalah Madhabz Hanafi dan Maliki karena mereka meluaskan Thurkq al-Istinbat dengan penggunaan Istihsan ,Maslahah Mursalah dan ‘Urf.Sehingga ruang untuk beristimbat dengan Istishab tinggal sedikit.
Istishab dibagi menjadi lima macam,yaitu :
-
Istishab hukm al-ibahah al-ashliyah
Menetapkan hukum sesuatu yang bermanfaat bagi manusia adalah boleh,selama belum ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
-
Istishab yang menurut akal dan Syara’ hukumnya tetap dan berlangsung terus
-
Istishab terhadap dalil yang bersifat umum sebelum datangnya dalil yang mengkhususkannya dan Isatishab dengan Nash selama tidak ada dalil yang Naskh (yang membatalkannya)
-
Istishab hukum akal sampai datangnya hukum Syar’i
-
Istishab hukum yang ditetapkan berdasarkan Ijma’ ,tetapi keberadaan Ijma’ diperselisihkan.
-
PENDAPAT ULAMA’ TENTANG ISTISHAB
Ulama’ Hanafiah menetapakan bahwa Istishab merupakan Hujjah
untuk menetapkan apa-apa yang di maksud oleh mereka.Jadi Istishab
merupakan ketetapan sesuatu yang telah ada semula dan juga mempertahan
sesuatu yang berbeda sampai ada dalil yang menetapkan atas perbedaanya.11
Istishab bukanlah Hujjah untuk menetapka
sesuatu yang tidak tetap telah di jelaskan tentang penetapan orang yang
hilang atau tidak di ketahui tempat tinggalnya.Istishab yang menentukan
atau menunjukkan atas hidupnya orang tersebut dan menolak dengan
kematiannya.
وسخرلكم ما في لسموا ت وما في الارض جميعا
“Dan Ia telah memudahkan tiap-tiap yang di langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya” (Al-Jatsiyyah : 13)
-
KEHUJJAHAN ISTISHAB
Ahli ushul fiqh berbeda pendapat tentang ke-Hujjah-an Istishab ketika tidak ada dalil Syara’ yang menjelaskannya,antara lain :12
-
Menurut mayoritas Mutakallimin (ahli kalam) Istishab tidak dapat di jadikan dalil,karena hukum yang ditetapkan pada masa lampau menghendaki adanya dalil.Demikian pula untuk menetapkan hukum yang sama pada masa sekarang dan masa yang akan datang,harus berdasarka dalil.
-
Menurut mayoritas Ulama’ Hanafiyah, khususnya Muta’akhirin Istishab bisa dijadikan Hujjah untuk menetapkan hukum yang telah ada sebelumnya dan menganggap hukum itu tetap berlaku pada masa yang akan datang,tetapi tidak bisa menetapkan hukum yang akan ada.
-
Ulama’ Malikiyyah, Syafi’iyah, Hanabilah, Zahiriyyah dan Syi’ah berpendapat bahwa Istishab bisa dijadikan Hujjah secara mutlaq untuk menetapkan hukum yang telah ada selama belum ada dalil yang mengubahnya.Alasan mereka adalah bahwa sesuatu yang telah ditetapkan pada masa lalu,selama tidak ada dalil yang mengubahnya baik secara qath’I maupun Zhanni,maka hukum yang telah ditetapkan itu berlaku terus,karena diduga keras belum ada perubahanya.
Istishab Al-Bara’at Al-Ashliyati
Akal menetapakan bahwa dasar hukum pada segala hukum
yang diwajibkan adalah dapat diwajibkan sesuatu,kecuali apabila datang
dalil yang tegas mewajibkannya.Oleh karena itu, muncul Kaidah Kulliyah menetpakna : Dasar hukum itu adalah terlepas kita dari tanggung jawab.
Istishab Al-Umumi
Suatu Nash yang umu mencakup segala yang dapat dicakup olehnya sehingga datang suatu Nash lain yang menghilangkan tenaga pencakupannya itu dengan jalan Takhsish.
Atau sesuatu ukum yang umum,tidaklah dikecualikan sesuatupun dari padanya melainkan dengan ada sesuatu dalil yang khusus.
Istishab An-Nashshi
Suatu dalil (Nash) terus menerus berlakunya sehingga di Nasahkh kan oleh sesuatu Nash yang lainya.
Istishab Al-Washfi Ats-Tsabiti
Sesuau yang tekah diyakini adanya,atau tidak adanya
dimasa lalu tetaplah dihukum demikian sehingga diyakini ada
perubahannya. Disebut juga dengan Istishhabul Madhi Bilhali yakni menetapkan hukum yang telah lalu sampai sekarang.
Dasar Istishab ini berdasarkan pada Kaidah Kulliyah Yang berbunyi : “Dasar hukum adalah kekal apa yang telah ada pada huklum yang telah ada Atau apa yang telah diyakini adanya pada suatu masa dihukkumi tetap adanya (selama belum ada dalil yang mengubahanya.
-
ANALISIS
Jika hukum Istishab ini kita lihat sekilas
tanpa kita pahami,maka akan ada banyak perbedaan dikalangan muslim satu
dengan lainnya dalam mengambil sikap untuk menentukan suatu
hukum.Bukankah ini akan menimbulkan perpecahan dalam islam?
Perbedaan pendapat untuk menentukan hukum dalam Fiqih
itu hal yang biasa,karena dasarnya Akal bukan wahyu, tidak mengikat
untuk seluruh umat islam dan sifatnya “Dhonni”.Perpecahan terjadi bukan
karena perbedaan pendapat tetapi karena manusianya yang belum paham
tentang fiqih.
-
KESIMPULAN
Setelah membaca dan memahami penjelasan diatas dapat kami ambill kesimpulan bahwa Istishab dapat digunakan sebagai dasar hukum setelah Al-qur’an,As-sunnah,Ijma’ dan Qiyas.Karena “Pangkal sesuatu itu adalah boleh”
Selama belum ada dalil yang merubah ketetapan hukum
tersebut,maka sesuatu itu tetap dihukumi boleh.Dengan catatan selama
tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan As-sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi Satria, Ushul Fiqh,
Jumantoro, Totok, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Amzah,2005
Syafi’I Rahmat, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung : CV Pustaka Setia, cet-1 1999
About these ads
Tidak ada komentar:
Posting Komentar